"Mohon perhatiannya sebentar ibu-ibu. Sebentar lagi kita akan menyaksikan simulasi penerimaan laporan yang biasa dilakukan di kantor Ombudsman," seorang pria muda memberi tau kepada ibu-ibu yang rata-rata masih berusia muda itu.
M. Rhida Rachmatullah, pria muda dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya itu adalah Asisten Ombudsman yang dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan.
Ia menyambut para ibu-ibu itu dengan ramah dan hangat. Setelah Rhida sedikit memberi basa-basi, tak selang beberapa lama dua orang Asisten Ombudsman memperagakan adegan penerimaan laporan. Salah satu asisten berperan sebagai masyarakat pengadu sementara asisten yang lain berperan sebagai penerima laporan.
"Mohon bantuannya Pak, saya ini sudah melaporkan perbuatan KDRT yang dilakukan suami saya di Polres A, tetapi sudah dua bulan lebih saya belum mendapatkan info perkembangan laporan saya," ujar Marini, Asisten Ombudsman yang dengan fasih berperan sebagai Pelapor.
"Maaf ibu, apakah ibu sudah pernah menanyakan perkembangan laporan itu kepada Petugas Polres A?" Budi Rahman, Asisten Ombudsman yang berperan sebagai Petugas Penerimaan dan Verifikasi Laporan (PVL) menjawab dengan tidak kalah luwesnya.
Dialog demi dialog berjalan lancar, sementara para tamu yang berkerumun di ruang penerimaan tamu mengamati secara seksama. Sesi simulasi pagi itu berjalan lancar.
Adegan-adegan yang ditampilkan pagi itu adalah gambaran nyata dari sebuah proses penerimaan laporan di lembaga negara pengawas penyelanggara pelayanan publik ini.
Usai menyaksikan simulasi di lantai satu para peserta diajak naik ke lantai dua. Tempat yang menjadi lokasi sosialisasi. Diawali dengan sesi perkenalan dan sambutan-sambutan. Perwakilan dari para Akademi Paradigta Ibu, Yunida menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan kedatangan mereka.
Akademi Paradigta adalah kegiatan pendidikan untuk pemberdayaan perempuan berbasis pedesaan.
Disampaikannya bahwa para akademia ini berasal dari ibu-ibu desa binaan Serikat PEKKA. PEKKA adalah organisasi non pemerintah yang fokus membina ibu-ibu dan perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga.
"Kami membina ibu-ibu, perempuan maupun remaja yang menjadi tulang punggung keluarga. Baik karena menjanda karena berpisah dengan suami, atau perempuan yang menjadi kepala keluarga karena suaminya yang mengalami sakit permanen maupun perempuan remaja yang menjadi tulang punggung keluarganya," tutur Yunida.
Dalam sekolah Paradigta yang diselenggaraan PEKKA dan PPSW Borneo mereka dibekali ilmu dan pengetahuan tentang kepemimpinan, kemandirian, usaha mandiri dan kesadaran politik kaum perempuan. Salah satu tema bahasan yang dikaji selama sekolah adalah soal pelayanan publik.
Untuk menyempurnakan ilmu yang mereka peroleh di kelas, mereka datang langsung ke Ombudsman untuk mendapat pengalaman langsung dari lembaga negara pengawas penyelenggara pelayanan publik.
"Suatu kehormatan dan kebanggaan kami dapat menerima kedatangan ibu-ibu di kantor kami," ujar Irma Syarifah, Plh. Kepala Perwakilan Ombudsman saat memberi sambutan.
Pagi hingga siang hari, kader-kader perempuan desa yang disebut sebagai akademia itu diberi informasi dan pengetahuan seputar Ombudsman. Mulai dari sejarah, tugas pokok, fungsi dan kewenangan sampai para penanganan laporan yang ditangani Ombudsman.
Rhida, Marini dan Budi Rahman, Trio Asisten Bidang Pencegahan, silih berganti menyampaikan ilmu dan materi. Sementara para akademia dengan seksama mendengar dan mencermati. Tak jarang para ibu-ibu itu menyela pembicaraan para pemateri pada saat mereka mendengar ada hal-hal yang terkait kehidupan mereka di desa.
Sampai matahari condong melewati kepala, semangat para akademia itu tidak bergeser. Tetap semangat, antusias dan fokus mengikuti diskusi dan materi.
Beragam pertanyaan dan tanggapan mereka sampaikan. Mulai dari soal pembagian Raskin yang tidak tepat sasaran, sampai masalah jalan yang tak kunjung dibangun di lingkungan mereka.
Seolah para ibu-ibu itu ingin menunjukkan kualitas dan hasil pendidikan yang mereka peroleh di Akademi Paradigta.
Apa yang diserap dari pembelajaran yang ada tentunya ke depan memberikan pengetahuan bagaimana melakukan pelaporan dan sabagainya. Kemudian informasi yang ada juga ke depan dapat disebarkan kepada teman dekat atau sanak keluarga yang ikut.
Berhubung waktu yang terbatas dalam kegiatan itu, kunjungan dan berbagi ilmu itu pun harus diakhiri. Kedua pihak, Ombudsman dan Akademi Paradigta sepakat saling dukung dan mengembangkan jaringan untuk bersama-sama saling membantu dalam pengawasan pelayanan publik.
Para akademia dengan bekal ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh berkomitmen untuk melaporkan setiap praktik maladministrasi yang terjadi di lingkungan mereka.
Harapan ke depan para akademia bisa menjadi pelopor dalam mencegah dan melaporkan jika ada maladministarai yang terjadi di lingkungan mereka masing-masing. Dengan demikian penyelenggaran publik di Kalbar semakin baik dengan adanya partisipasi yang datang dari berbagai pihak di daerah itu.*
Baca juga: Tunjangan guru daerah terluar dibahas Ombudsman-Pemkab Sintang
Baca juga: Saran Ombudsman turunkan impor garam 2019
Pewarta: Dedi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ketika Akademi Paradigta belajar layanan publik prima"
Post a Comment