Sampai di situ, saya hentikan, saya pepet, saya jelaskan saya anggota Polres Lamongan. Saya suruh berhenti, tetapi dia tidak mau berhenti
Lamongan (ANTARA) - Lewat tengah malam itu, tidak seperti biasanya yang ditinggalkan kosong, pos lalu lintas Wisata Bahari Lamongan (WBL) berpenghuni seorang polisi muda yang sedang rebahan karena kurang enak badan.Polisi itu Bripka Andreas Dwi Anggoro yang memang mendapat jatah piket jaga pos lalu lintas WBL pada Senin, tetapi saat akan bergeser ke markas polsek, temannya datang. Keduanya mengobrol hingga hari berganti menjadi Selasa, 20 November 2018 pukul 01.00 WIB.
Setelah mengobrol, lulusan Bintara 2003 itu masuk ke dalam pos untuk mengambil obat, melepas baju polisi dan merebahkan badan sebentar sebelum meninggalkan pos.
Namun, pada pukul 01.15 WIB, ia mendengar suara lemparan batu mengenai kaca depan pos yang cukup keras.
"Suaranya sangat keras, saya kaget berdiri dan lihat ke luar. Saya sendiri dalam pos. Saya lihat ada warga dan satpam jadi saksi juga," tutur Andreas.
Pelaku pelempar batu itu ternyata dua orang laki-laki yang berboncengan naik sepeda motor dan langsung menarik gas meninggalkan pos polisi.
Melihat hal itu, Andreas bergegas menuju motor yang diparkirnya di belakang pos lalu lintas tanpa sempat memakai kembali seragamnya. Tiga satpam WBL yang turut menyaksikan peristiwa itu juga tidak tinggal diam dan berusaha mengejar pelaku dengan berlari.
Namun, pelaku sudah jauh. Andreas mempercepat laju kendaraannya sebelum kehilangan pelaku. Dalam jarak 3-4 km dari pos, ia menemukan dua orang berboncengan yang ciri-cirinya sama dengan pelaku, yakni penumpang belakang memakai helm teropong.
"Sampai di situ, saya hentikan, saya pepet, saya jelaskan saya anggota Polres Lamongan. Saya suruh berhenti, tetapi dia tidak mau berhenti," tutur dia, mengenang.
Alih-alih menuruti permintaan polisi yang mengejarnya, pelaku yang membonceng justru mengeluarkan ketapel dari dalam tasnya.Ia menggunakan kelereng sebagai peluru yang ditembakkan dengan ketapel.
Tembakan pertama mengenai dada Andreas sehingga ia memilih membangun jarak dengan pelaku, apalagi dia memakai helm dengan kaca terbuka karena malam hari. Pelaku tetap melancarkan aksinya dan menembakkan tiga kali kelereng dengan sasaran kepala. Tiga-tiganya meleset.
Lemparan keempat, kelereng itu mengenai mata kanan Andreas. Berdarah, mata sebelah kanannya pun sudah gelap, tidak lagi menangkap pantulan bayangan objek.
Dalam kondisi itu, terbesit dalam pikirannya untuk menyerah dan pasrah melepaskan dua pelaku yang terus melaju di depannya.
"Lalu saya berpikir masa saya cedera sia-sia begini, maka saya lari, dalam batin saya saya harus tangkap pelaku ini," ucapnya.
Niat dikuatkannya kembali, ketabahan ditebalkan, ia pun memilih terus mengejar pelaku sampai dapat. Peluang segera muncul, pelaku memilih berbelok ke arah Pasar Blimbing Paciran yang meski masih dini hari terdapat masyarakat melakukan kegiatan di luar.
Hanya itu kesempatan yang dimilikinya untuk menghentikan para pelaku melarikan diri lantaran setelah pasar medan akan semakin sulit berupa hutan-hutan di kanan dan kiri jalan.
Tentu menghentikan dua pelaku laki-laki dewasa bersenjata ketapel di tempat sepi tanpa senjata apa pun dan dalam kondisi cedera akan membahayakan jiwanya.
Akhirnya ia mengebut dan menabrak pelaku dari samping. Ketiganya jatuh, tetapi Andres bergerak cepat menangkap pembonceng dan pengemudi. Ia pun meminta tolong warga yang berada di lokasi untuk menelepon kantor polsek terdekat untuk meminta bantuan.
Setelah itu, datanglah seorang anggota polisi yang membantu menangkap dua pelaku. Setelah dua pelaku dipastikan sudah diamankan, Andreas dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mengobati matanya, kamudian dirujuk ke rumah sakit lebih besar di Kota Lamongan. Untuk pengobatan yang lebih baik, ia kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Surabaya.
Pelaku ternyata terduga teroris
Setelah ditangkap, diketahui dua pelaku tersebut ternyata terduga teroris yang baru bergabung dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Timur.
Pengemudi seorang residivis tindakan kriminal bernama M Syaif Ali Hamdi (18), sementara pembonceng yang melempar kelereng dengan ketapel merupakan pecatan Korps Bhayangkara kasus penembakan ustaz di Sidoarjo, bernama Eko Ristanto (36).
Eko diduga mempunyai peran penting menghubungi narapidana teroris kelompok JAD di Jatim dengan rutin mengunjungi dari lapas satu ke lapas lainnya setelah bebas dari Lapas Madiun pada 7 November 2018.
Sebelum melempar batu ke pos lalu lintas WBL, keduanya baru membesuk napiter yang merekrut Eko saat masih di Lapas Madiun.
Para terduga teroris itu selanjutnya ditangani oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri. Saat rumah pelaku digeledah, ditemukan buku-buku yang berhubungan dengan kelompok radikal, salah satunya tulisan Aman Abdurahman, tokoh utama JAD.
Fakta-fakta itu baru diketahui Andreas selepas keluar dari rumah sakit dari rekan-rekannya di Polres Lamongan.
"Ternyata Eko tinggal dan menempati daerah situ, wilayah utara itu. Saya juga tidak tahu itu Eko. Foto itu Eko saya tahu dari berita ada foto, kasus di Sidoarjo," tutur Andreas.
Mata kanan belum sempurna
Setelah dioperasi karena terjadi pendarahan di korena dan retina, Andreas mengaku mata kanannya masih belum dapat melihat seperti sebelumnya. Berobat ke Ibu Kota pun pernah dilakoninya, tetapi impiannya melihat dengan kedua mata belum terkabul.
Kini ia masih kontrol rutin ke RS Bhayangkara Surabaya, dari yang sebelumnya dua minggu sekali sekarang menjadi sebulan sekali untuk mengecek perbaikan kondisi sebelah matanya.
"Dilihat lagi nanti hasilnya, soalnya lukanya cukup serius. Pendarahan juga di retina dan kornea. Penanganan serius juga," kata dia.
Atas keberaniannya menangkap dua orang terduga teroris dengan sebelah mata terluka itu, Andreas mendapat kenaikan pangkat luar biasa dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian dari bripka menjadi aipda pada Maret 2019 dan baru dilantik pada HUT Ke-73 Bhayangkara awal Juli ini di Jakarta.
Tidak lagi di Satlantas Polres Lamongan, selama masa penyembuhan mata, Aipda Andreas bertugas menjadi staf di Polres Lamongan.
Terkadang peristiwa itu terbayang di benaknya dan muncul pikiran tindakannya membahayakan jiwa sehingga ia bersyukur masih dapat berkumpul dengan keluarganya.
"Saya mikir memang saya terlalu berani, sih. Tetapi ya semua itu sudah kehendak Allah ya. Kita tidak tahu, ya sudah jalannya mungkin. Alhamdulillah dikasih keselamatan sehingga kumpul dengan keluarga," tutur Andres yang kini harus memakai kacamata melindungi matanya.
Oleh Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dua teroris seharga sebelah mata"
Post a Comment