”Regulasi ini nantinya kan membuka kesempatan bagi teknologi jaringan secara khusus membahas rancangan persyatatan teknis Low Power Wide Area (LPWA), selain yang berbasis seluler seperti NB – IoT untuk dapat beroperasi secara legal di Indonesia,” ujar Teguh Prasetya, Founder Indonesia IoT Forum, dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini sedang menyusun rancangan peraturan menteri izin kelas yang menggabungkan beberapa peraturan menteri, keputusan menteri, dan peraturan direktur jenderal berbasis izin kelas seperti SRD, WLAN 2.4GHz, WLAN 5.8GHz, Low Power Device, DSRC, LAA, dan IoT.
Menurut Teguh berbagai pilihan dalam pemanfaatan IoT diperlukan karena tidak semua solusi IoT dapat dipaksakan menggunakan satu teknologi. Sebagai gambaran, aplikasi jaringan IoT di daerah rural yang hampir tidak ada manusia dengan penggunaan data yang kecil mungkin tidak akan masuk dalam skala investasi layanan jaringan NB – IoT. Sebaliknya, solusi IoT untuk Smart City yang ada di pusat kota bisa menggunakan layanan NB – IoT yang saat ini sudah tersedia.
Indonesia IoT Forum saat ini sedang melakukan kampanye IoT Goes to Market di lima kota, empat di antaranya yang sudah disingggahi yaitu Bandung, Jakarta, Bali, dan Medan.
“Dari keempat kota tersebut banyak masukan untuk segera go to market dan semua pihak sepakat bahwa harus ada kolaborasi, tidak bisa hanya bergantung pada satu teknologi untuk kebutuhan industri maupun ritel yang unik di Indonesia,” ujar Teguh.
Sementara itu, Business Development PT Polytron Joegianto, mengatakan bahwa IoT sebagai connectivity layer pada industri 4.0 menjadi kunci berkembangnya teknologi lain sehingga perlu di dorong untuk berkembang.
“Polytron sebagai perusahaan Teknologi di Indonesia yang 100 persen milik lokal tetap membuka diri untuk mempelajari dan melihat teknologi komunikasi perangkat IoT yang cocok dengan kebutuhan,” ujarnya.
Dia menambahkan saat ini Polytron sedang menjajaki penggunaan teknologi NB - IoT dengan XL Axiata untuk belajar platform IoT mereka yang dinamai FlexIOT, hingga belajar tentang penggunaan LoRa untuk area rural yang saat ini aturan mainnya tengah dibuat oleh pemerintah.
Pihaknya berharap aturan tersebut dapat segera selesai. Terbitnya aturan untuk komunikasi data perangkat IoT Non 3GPP standard akan memberikan warna baru, khususnya di area yang secara topografi belum terjangkau oleh teknologi komunikasi dari 3GPP standard dapat self sustained dan tetap terkoneksi dengan baik dengan gunakan LoRa, SigFox, RPMA, atau lainnya.
“Sebagai industri yang ada di Indonesia kami harus mendukung dan patuh dengan aturan pemerintah yang sejatinya dibuat untuk kepentingan bersama,” tambahnya.
CEO Dycodex Andri Yadi, mendukung pemerintah segera menerbitkan regulasi IoT khususnya terkait LPWA non seluler.
“Walaupun IoT makers bersifat agnostik terhadap konektifitas, akan tetapi LPWA bisa menjadi pilihan solusi untuk use case tertentu. Regulasi tersebut akan menjadi acuan sekaligus perlindungan yang kuat bagi makers untuk segera mengkomersialkan pengembangan produk dan solusi ke lapangan,” ujarnya.
Sugeng Imbran, CTO PT SGrid Indonesia mengatakan pihaknya sudah melakukan uji coba dengan industri yang memerlukan layanan IoT, namun untuk komersialisasi masih terganjal belum adanya aturan.
“Regulator perlu mewadahi demam IoT ini dengan menyediakan alokasi spektrum yang sesuai dan standar, yang menumbuh kembangkan industri lokal,” kata Sugeng.
Baca juga: Perusahaan Indonesia masih berhati-hati untuk transformasi digital
Baca juga: Pemerintah dukung IoT untuk kemajuan industri
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Royke Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pelaku industri dukung pemerintah segera terbitkan regulasi IoT"
Post a Comment