"Ketika informasi sudah bergerak cepat tanpa batas teritorial, pengaruh transnasionalisasi Islam membawa dampak negatif bagi kehidupan beragama dan bernegara," ujar Lukman dihadapan 100 guru besar Perguruan Tinggi Islam dari seluruh Indonesia dalam acara The 2nd Islamic Higher Education Professors (IHEP) Summit di Kota Bandung, Sabtu.
Lukman mengkritisi peran para guru besar yang kurang sensitif terhadap fenomena di sekitarnya. Mereka selalu terfokus pada pengajaran, riset, kajian ilmiah, dan pekerjaan akademis saja.
Menurut dia, apabila pendidikan hanya dimaknai sebagai transformasi ilmu pengetahuan saja, maka gawai berperan lebih cepat. Dalam genggaman tangan, gawai jauh lebih cepat memenuhi kebutuhan pengetahuan dan informasi, melebihi dosen dan guru besar.
"Pada saat ini kehidupan umat beragama di Indonesia mendapat ancaman serius seiring dengan datangnya era disrupsi dalam segala bidang," kata dia.
Lukman mengatakan kondisi saat ini memerlukan respon dari guru besar melalui pendekatan akademik berbasis ilmiah. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah Community Services atau kegiatan sosial dalam pelayanan masyarakat dari para guru besar.
Kondisi pembiaran ini, menurut dia, membuat banyak influencer media sosial tanpa latar belakang Ilmu mendapat kesempatan lebih banyak berbicara. Hal tersebut dapat menjadi investasi kerusakan jangka panjang.
Dia mengatakan banyak fenomena aktual seperti maraknya dakwah dengan cara marah, dan isu-isu keislaman politis meluncur kehadapan publik tanpa tinjauan akademis yang mencerahkan. Maka dari itu, diperlukan sebuah studi untuk memecahkan persoalan tersebut.
"Mengapa tak pernah ada studi yang mendalam tentang ini. Ini Current Isuses yang umat menunggu-nunggu. Maka guru besar harus merebut kembali wacana publik untuk masa depan agama dan negara," kata dia.
Ia pun mengkhawatirkan angin politik Arab Springs yang membuat negara-negara Islam bergejolak. Hal itu akan berdampak ke Indonesia dengan cara meniupkan radikalisme dan konservativisme yang merusak keberagamaan Indonesia yang beragam.
"Era disrupsi teknologi telah menyeret umat beragama pada perilaku berlebihan, dengan dua kutub ekstrim yaitu konservatifisme dan liberalisme. Keduanya menciptakan ancaman, tidak hanya bagi keberagamaan tetapi juga keindonesiaan," kata dia.
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengatakan pertemuan para guru besar ini merupakan upaya Kementerian Agama (Kemenag) dalam melibatkan mereka secara lebih mendalam dalam memecahkan persoalan mendasar.
Hal ini ditujukan dalam proses menjaga situasi beragama dan bernegara secara kondusif di tengah pengaruh global yang menarik ke arah radikalisme.
Menurutnya, Kemenag mendorong para guru besar melahirkan rumusan strategis sebagai solusi problem konservatisme di berbagai level sosial di tanah air.
"Dedikasi para guru besar sangat fundamental dalam merespon munculnya konservatisme beragama," kata dia.
Baca juga: Ratusan tokoh agama dialog bersama Menteri Agama
Baca juga: Menteri Agama: budaya dan agama tak perlu dipertentangkan
Baca juga: Menag: Santri harus jadi pionir perdamaian
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Virna P Setyorini
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menag minta guru besar kritis dengan isu terkini"
Post a Comment