"Kita bisa lihat dampak rubella luar biasa, tetapi gejalanya tidak terlihat," kata Nila pada Forum Merdeka Barat 9 yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Selasa.
Nila mengatakan imunisasi merupakan salah satu cara untuk menciptakan kekebalan komunitas. Kekebalan lingkungan baru akan tercapai setidaknya bila cakupan imunisasi mencapai 95 persen dari komunitas.
Nila mencontohkan kejadian luar biasa campak yang terjadi di Asmat, Papua merupakan akibat dari cakupan imunisasi yang sangat rendah.
Karena itu, dia sangat menyayangkan pernyataan orang tua yang anaknya tetap sehat meskipun tidak diimunisasi.
"Kalau ada anak tidak diimunisasi tetapi tidak terinfeksi, dia mendapatkan perlindungan dari kekebalan komunitas di lingkungannya," jelasnya.
Nila mengatakan cakupan imunisasi Measles Rubella (MR) yang dilakukan sejak 2017 baru mencapai 48 persen, sangat jauh dari sasaran.
Campak dan rubella merupakan infeksi virus yang akut. Bedanya, gejala rubella seringkali tidak terlihat dan disadari.
Gejala campak adalah bercak merah dan berdampak buruk pada anak gizi buruk bisa menyerang otak, paru-paru hingga diare yang menyebabkan dehidrasi yang berujung pada kematian.
"Gejala rubella sangat minim. Kadang kita tidak tahu karena demamnya tidak khas. Bila menginfeksi perempuan hamil, bisa menyebabkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan," katanya.
Forum Merdeka Barat 9 yang diadakan pada Selasa bertema "Jalan Panjang Fatwa MUI Vaksin MR".
Hadir sebagai narasumber adalah Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek, Ketua Umum MUi Ma'ruf Amin, pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Reri Indriani dan Direktur Utama Biofarma Rahman Roestan.
Baca juga: Kemenkes sebut empat faktor ini penyebab melencengnya target imunisasi rubella
Baca juga: Bio Farma kembangkan vaksin MR halal
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menkes darurat campak-rubela bukan untuk diri sendiriI"
Post a Comment