Dengan melantik Mohamad Nasir sebagai Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia pada periode lima tahun pemerintahan itu, atmosfer pengembangan riset semakin kondusif dan perbaikan kualitas pendidikan tinggi serta sumber daya manusia semakin meningkat.
Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi melakukan penguatan kebijakan terkait ranah penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan. Tidak hanya itu, perguruan tinggi swasta yang dinilai "abal-abal" dengan mengeluarkan ijazah palsu juga ditutup. Pemerintah juga mendorong perguruan tinggi Indonesia untuk meningkatkan peringkatnya di kelas dunia.
Berbagai hasil riset Indonesia seperti dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan didorong untuk dipublikasikan ke dalam jurnal internasional sehingga meningkatkan jumlah dan kualitas publikasi internasional di kancah global.
Baca juga: Menristekdikti: Kerja dengan Jokowi punya target jelas
Indonesia berhasil menduduki posisi tertinggi untuk jumlah publikasi internasional dan paten di Asia Tenggara (ASEAN) pada 2018.
Jumlah publikasi internasional milik Indonesia tiap tahun bertambah yakni menjadi 5.303 publikasi pada 2013, 6.694 publikasi pada 2014, sebanyak 8.263 publikasi pada 2015, 12.295 publikasi pada 2016, sebanyak 20.239 publikasi pada 2017, dan 34.007 publikasi pada 2018.
Para peneliti dan pengkaji terap teknologi juga dituntut untuk semakin memantapkan kualitas riset yang berdasarkan permintaan pasar (market atau demand-driven) untuk menjawab kebutuhan masyarakat, bangsa dan dunia industri.
Peningkatan publikasi ilmiah yang meningkat juga diikuti dengan peningkatan jumlah paten. Berdasarkan data dari World Intellectual Property Organization (WIPO), Indonesia sudah meningkatkan jumlah paten dari 1.058 sertifikat paten pada 2015 menjadi 1.109 pada 2016. Pada 2017 Indonesia sudah mencapai peringkat pertama jumlah paten di ASEAN dengan jumlah paten 2.271. Pada 2018 Indonesia masih menjadi negara dengan paten tertinggi di ASEAN dengan jumlah paten 2.841. Tidak hanya itu saja, sebanyak 6.584 hak kekayaan intelektual telah didaftarkan hingga 2018.
Hilirisasi dan komersialisasi riset semakin diperkuat sehingga hasil penelitian tidak hanya tertumpuk sebatas hitam putih dalam lembaran yang tersimpan hingga berdebu di perpustakaan. Mohamad Nasir menekankan riset yang dikembangkan lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pengkajian dan penerapan teknologi serta perguruan tinggi harus mengarah pada hasil riset yang memberikan inovasi yang bisa langsung diserap pasar.
Jika peneliti sering dilanda kegalauan terkait hasil atau inovasi dari riset yang telah sedemikian lama digeluti akan dipakai atau tidak oleh pemerintah, kini telah ada jaminan bahwa hasil invensi peneliti dan perekayasa akan dipakai pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek).
Dengan ditetapkannya UU Sisnas Iptek, maka ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi dasar pembangunan nasional yang menjadi komponen penting dalam mendongkrak kemajuan perekonomian bangsa. Sasaran ke depan adalah bagaimana mewujudkan ekonomi berbasis inovasi, karena terbukti negara-negara maju seperti Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi pesat karena ekonomi digerakkan oleh kekuatan inovasi. Sebagai contoh, produk elektronik dan otomotif seperti telepon genggam dan kendaraan bermotor banyak disuplai dari negara tersebut.
Untuk itu, ke depan inovasi menjadi kekuatan penggerak ekonomi bangsa Indonesia yang harus menjadi sasaran pemerintah. Untuk semakin menggairahkan ekosistem riset yang akan melahirkan berbagai inovasi maka sejumlah kebijakan ditetapkan.
Melalui keberadaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, diharapkan memberikan kedudukan yang lebih kuat terhadap Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) secara lebih komprehensif. Undang-undang tersebut mengamanatkan pemerintah pusat untuk menyusun Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Penguatan ekosistem riset Indonesia juga didukung dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045, dengan sembilan fokus penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, yakni pangan dan pertanian, energi baru dan terbarukan, kesehatan dan obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan, material maju, kemaritiman, kebencanaan, serta sosial humaniora, seni budaya dan pendidikan.
Kebijakan lain yang mendorong ekosistem riset yang lebih baik yakni setiap lima tahun dibuat Prioritas Riset Nasional (PRN) yang dimulai dengan PRN 2020-2024, dan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Peraturan pemerintah ini menyatakan bahwa badan usaha yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen.
Kemudian, badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen.
Pada pertengahan 2019, dana abadi riset sebesar Rp999 miliar dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai upaya dalam mendukung tumbuh kembangnya penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, riset dan inovasi di Indonesia. Dan pada 2020, direncanakan untuk penambahan dana abadi riset sebesar Rp5 triliun.
Dana abadi riset juga disebutkan dalam Undang-undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). Dana itu dapat menjadi skema alternatif penganggaran riset.
Bahkan untuk semakin memfokuskan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan maka UU Sisnas Iptek mengamanatkan pembentukan badan riset dan inovasi nasional (BRIN) yang akan dilakukan presiden. Untuk itu, pemerintahan era baru di periode 2019-2024 di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang baru dilantik pada Minggu (20/10) diharapkan mampu mewujudkan BRIN. Meski pada saat ini, bentuk atau struktur dari BRIN tersebut masih belum jelas. Namun, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir berharap BRIN akan dipimpin seorang kepala dengan kedudukan Menristekdikti/Kepala BRIN ke depan.
Nasir mengatakan keberadaan BRIN menjadi penting untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan untuk efisiensi penggunaan sumber daya terutama anggaran serta mempercepat pencapaian prioritas riset nasional sebagai mana tertera dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) dan mendukung pencapaian target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Selain inovasi dari perguruan tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi juga mendorong tumbuhnya jumlah perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT). Pada 2015, hanya ada 52 PPBT. Seementara hingga 2019, sudah ada 1.307 PPBT.
Pada 2015, jumlah PPBT yang sudah mencapai omset sekitar Rp1 miliar baru mencapai empat perusahaan. Pada 2016 jumlahnya meningkat menjadi delapan perusahaan. Pada 2017 jumlahnya meningkat menjadi 21 perusahaan. Pada 2018 sudah ada 30 perusahaan yang produknya sudah laris di masyarakat dan beromset di atas Rp1 miliar rupiah.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi juga mendorong berkembangnya kendaraan listrik, yang mana saat ini anak bangsa telah berhasil menciptakan motor listrik. Bahkan sekarang sedang dikembangkan mobil listrik, dan baterai listrik lithium sebagai komponen kunci kendaraan listrik sedang dalam tahap pengembangan.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengatakan saat ini sudah teridentifikasi kegiatan riset "flagship" sebanyak 51 produk riset yang akan dikerjakan dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
Riset tersebut meliputi bidang pangan; energi; kesehatan; transportasi; rekayasa keteknikan; pertahanan dan keamanan; kemaritiman; sosial, humaniora, pendidikan, seni budaya; dan multi disiplin lintas sektoral.
Dimyati menuturkan RIRN 2017-2045 disusun untuk menempatkan Iptek agar memiliki kontribusi secara signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Pelaksanaan RIRN dalam bentuk PRN 2020-2024 difokuskan pada penetapan prioritas riset berbasis pemetaan kekuatan dan kapasitas riil terkini.
PRN dengan periode lima tahun mencakup penetapan fokus riset untuk setiap bidang riset, tema riset, topik riset, institusi pelaksana, target capaian, dan rencana alokasi anggaran. Dengan demikian, RIRN dan PRN dapat menjadi jembatan penghubung perencanaan terintegrasi sektor riset dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya.
Baca juga: Dari diaspora hingga publikasi ilmiah internasional terbanyak
Oleh Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Eksosistem riset makin baik, pendidikan tinggi makin berdaya saing"
Post a Comment