
"Indonesia sudah sejak lama dan cukup sering mendapatkan protes terkait hukuman mati itu, tetapi undang-undangnya belum hilang, jadi sekarang mungkin bisa dilakukan moratorium atau penundaan," jelas Frans ketika dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu.
Frans menjelaskan pada saat ini banyak negara yang dianggap beradab, sudah menghapus hukuman mati untuk segala jenis tindak kejahatan.
Malaysia adalah salah satu negara yang berencana melakukan peghapusan hukuman mati untuk semua tindak kejahatan, dan keputusan Pemerintah Malaysia tersebut diumumkan pada momen perayaan hari Anti-Hukuman Mati Sedunia pada Rabu (10/10), tiga bulan setelah Pemerintah Malaysia mengumumkan moratorium eksekusi mati pada Juli 2018.
"Wajar bila di seluruh dunia mulai menghapus hukuman mati, namun persoalannya apakah Indonesia siap atau tidak," ucap Frans.
Terkait keputusan Malaysia tersebut, Frans berpendapat bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan untuk mengikuti Malaysia untuk menghapus atau setidaknya melakukan moratorium hukuman mati.
"Saya secara pribadi sebenarnya setuju untuk penghapusan hukuman mati, namun untuk kejahatan tertentu yang sulit diberantas di Indonesia seperti pengedaran narkoba dan yang memproduksi narkoba, tampaknya hukuman mati masih diperlukan," tutur Frans.
Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, pengadilan di Indonesia sejak Januari 2018 telah menjatuhkan sedikitnya 37 vonis mati.
Dari total 37 kasus tersebut, 28 di antaranya terkait penyalahgunaan narkoba, delapan kasus pembunuhan dan satu vonis mati terkait tindak pidana terorisme. Delapan orang merupakan warga negara Taiwan dan sisanya warga negara Indonesia.
Baca juga: Jaksa Agung: tidak ada moratorium hukuman mati
Baca juga: PN Bengkalis vonis mati dua kurir sabu-sabu
Baca juga: Jaksa Agung dikritik karena lamban eksekusi mati bandar narkoba
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengamat: Indonesia banyak diprotes terkait hukuman mati"
Post a Comment